tangeramgexpose.com – KOTA TANGERANG – Praktik penjualan seragam yang dilakukan di sekolah masih saja kerap ditemui di wilayah Kota Tangerang. Ini sering ditemui terutama usai proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selesai dilaksanakan.
Diketahui, Pasal 181 dan Pasal 198 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang intinya Pendidik dan Tenaga Kependidikan dilarang untuk menjual seragam ataupun bahan seragam. Demikian juga Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Faktanya, transaksi jual beli seragam sekolah ini masih dijumpai di sekolah-sekolah negeri yang ada di Kota Tangerang. Juga tak menutup kemungkinan terjadi di kota/kabupaten lainnya se-Banten.
Praktik jual beli seragam baju ini biasanya sekolah memanfaatkan berbagai celah. Misalnya mengaku pengadaan seragam dilakukan oleh komite. Namun, pada kenyataannya pembayaran dan pembagian tetap menggunakan fasilitas sekolah termasuk koperasi sekolah.
Sesuai regulasi, transaksi jual beli seragam dilakukan di luar lingkungan sekolah. Sekolah dilarang terlibat transaksi dalam wujud apapun. Termasuk memfasilitasi dengan dalih koperasi.
Seperti yang ditemukan di SMA Negeri 8 Kota Tangerang, Jalan Besi Raya, Perumnas Tangerang.
Beberapa orang tua siswa/murid yang dijumpai media ini, mengatakan telah melakukan pembelian seragam sekolah. Tak tanggung-tanggung biayanya pun, fantastis. Mencapai Rp.2 juta lebih.
Salah satu orang tua murid yang namanya tak mau diungkap, mengaku melakukan pembelian seragam kurang lebih Rp.2 juta untuk lima stel baju seragam, plus atribut sekolah.
“Pembelian seragam lewat koperasi. Dengan sistem online lewat koperasi sekolah, harus bayar cash. Tidak bisa dicicil pak,” ungkap dia.
Kata dia, pembayaran cash tersebut melalui transfer melalui salah satu rekening seseorang di koperasi sekolah tersebut.
“Kita langsung transfer ke rekening seseorang di koperasi itu. Ada bukti transfernya pak,” imbuhnya.
Dirinya juga sebenarnya merasa sangat keberatan dengan pembelian baju seragam yang tidak bisa dicicil. Menjadi beban bagi para orangtua murid, termasuk dirinya.
“Bapak tahu sendiri kan, zaman ini sedang sulit-sulitnya mencari duit, apalagi kemarin kita semua menghadapi Covid-19, gak normal,” ujarnya.
“Sudah kewajiban saya sebagai orangtua untuk membelikan baju seragam untuk anak. Tapi masalahnya kan gak bisa dicicil, berat rasanya pak,” lirih dia.
Dia juga mempertanyakan pembelian seragam yang cukup mahal itu dilakukan secara cash dan tanpa adanya bukti pembayaran semacam kwitansi.
“Kan seharusnya kita dapat kwitansi dong, yak kan pak. Masa ini koperasi gak punya kwitansi. Atau jangan-jangan koperasinya sendiri gak berbadan hukum, ini kan aneh pak?,” heran dia.
Seyogianya sebuah transaksi harus disertakan tanda bukti pembelian, meskipun dilakukan secara online. Pasalnya, transaksi tersebut menggunakan koperasi sekolah.
Juga menggunakan nomor rekening Bank yang jelas, atas dasar hukum koperasi tersebut. Bila menggunakan nomor rekening pribadi akan menimbulkan tanda tanya besar bagi masyarakat.
Pembelian seragam sekolah dengan modus-modus seperti itu setiap tahun terus terjadi. Tanpa adanya pengawasan dari pihak-pihak terkait. Belum lagi pembelian seragam tersebut terkesan dipaksakan alias diwajibkan di dalam lingkungan sekolah (koperasi).
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi V DPRD Provinsi Banten Yemeria Mendrofa yang membidangi pendidikan, belum bisa dimintai konfirmasinya. Terkait dugaan maraknya praktik dan transaksi jual beli seragam sekolah pada SMA Negeri.